kontenkalteng.com, SAMPIT - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah (Kalteng) mencatat ada 18,5 persen anak menderita stunting di wilayah itu. Ini berdasarkan kepada data elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (E-PPGBM) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kotim.
Baca juga: Pemkab Kotim Terus Tekan Kasus Stunting
"Berdasarkan data dari riset kesehatan dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2018 angka prevalensi stunting di Kabupaten Kotim sebesar 48,84%, tertinggi di Kalimantan Tengah (Kalteng), " kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotim, Umar Kaderi, belum lama ini.
Terkait kasus stunting di wilayah itu, Umar menjelaskan
berdasarkan Riskesdas Kementerian Kesehatan RI tahun 2018 angka prevalensi stunting di Kabupaten Kotim 48,84%, tertinggi di Kalteng. Tetapi pada tahun 2022 mengacu kepada data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dari Kementerian Kesehatan RI angka prevalensi stunting di Kabupaten Kotim sebesar 27,9 % dan berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 angka prevalensi stunting naik manjadi 35,5%.
" Sehingga pnanganan stunting ini harus melibatkan multi sektor, diperlukan koordinasi, sinkronisasi, pengendalian dan pengawalan yang dilakukan dalam pelaksanaan intervensi spesifik dan sensitif oleh semua sektor dan pengawalan dalam implementasi di lapangan untuk memastikan bahwa upaya yang dilakukan oleh semua sektor tepat sasaran, sampai dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, " ucapnya.
Disampaikan mengacu kepada Data Elektronik Pencatatan Dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) dari Dinkes Kotim jumlah balita pendek dan sangat pendek di Kotim sebanyak 1.943 anak (stunting) atau 18,5 % dari total 10.526 balita yang diukur pada bulan timbang desember tahun 2023. Sedangkan berdasarkan pendataan keluarga tahun 2023 (pk 23), jumlah keluarga beresiko stunting sebanyak 20.319 keluarga atau 36,51 % dari total 55.646 jumlah keluarga sasaran.
Oleh sebab itu, Pemerintah Kotim terus berupaya menekan angka stunting dengan melaksanakan upaya pencegahan dan penurunan stunting secara terintegrasi, dengan melibatkan seluruh sektor dan sumber daya yang tersedia.
Lanjutnya, apabila dilihat lebih dalam masih banyak kasus stunting baru terjadi pada usia dibawah 2 tahun yaitu saat bayi baru lahir dan pada usia 12 – 23 bulan. Masa itu ditentukan oleh mutu kehamilan, asi ekslusif, makanan pendamping asi, imunisasi lengkap, akses sanitasi dan air bersih, serta deteksi dini masalah gizi dan intervensinya melalui pemantauan pertumbuhan bulanan di posyandu.
"Pemerintah terus memperbaiki pelayanan kehamilan dan pelayanan balita melalui penyediaan usg, artropometri serta penguatan posyandu. Berdasarkan target pemerintah pusat, data bayi dan balita yang terinput dalam aplikasi e-ppgbm setiap bulannya minimal 60%, namun rata-rata data yang masuk ke aplikasi E-PPGBM setiap bulannya pada tahun 2023 hanya sebesar 30 persen, artinya belum mencapai target pemerintah pusat," sebutnya.
Oleh karena itu, Bupati Kotim meminta kepada perangkat daerah terkait agar memaksimalkan inputan data bayi dan balita kedalam aplikasi E-PPGBM sebagaimana target pemerintah pusat, sehingga dapat mengetahui secara pasti jumlah dan sebaran prevalensi stunting di kabupaten kotawaringin timur.
"Kemudian juga meningkatkan dengan Camat, Kades, Puskesmas, PKK dan kader pembangunan manusia yang ada didesa untuk membantu dalam memaksimalkan inputan data bayi dan balita kedalam aplikasi E-PPGBM serta memaksimalkan kunjungan masyarakat ke posyandu, " tutupnya. (Yanti-OR1)